Kata “Kyai” berasal dari Bahasa Jawa, yang ditunjukkan untuk gelar kehormatan kepada orang-orang yang sudah tua atau berilmu. Gelar tersebut juga diberikan masyarakat kepada seseorang yang menjadi seorang pimpinan pondok pesantren. Selain itu, gelar tersebut diberikan kepada orang yang mempunyai kharisma dan wibawa tinggi. Kyai menjadi tokoh sentral yang menjadi pusat berjalannya suatu lembaga pesantren. Seorang Kyai dalam hal ini harus memiliki keilmuan yang tinggi, baik sebagai pemilik, pimpinan, atau pewakaf pesantren.
Maju mundurnya suatu sistem yang ada di dalam suatu pesantren bisa dinilai dan ditentukan dari bagaimana cara Kyai mengaturnya baik dari komunikasinya dan gaya kepemimpinannya. Cakupan komunikasi ini yaitu santri dan pengurus pesantren juga. Komunikasi menjadi sangat penting karena hal demikian. Lalu bagaimana cara komunikasi Kyai dalam pesantren.
1. Komunikasi Linear
Komunikasi yang kyai gunakan dalam pesantren adalah gaya komunikasi yang bersifat vertikal, dari atas ke bawah. Komunikasi ini merupakan model komunikasi linear yang mana komunikasi ini merupakan pola satu arah (one way view of communication). Komunikasi ini, komunikator (kyai) akan memberikan suatu arahan atau perintah kepada komunikan (santri) yang harus dilakukan sesuai dengan apa yang diharapkan. Di sini pun tidak boleh ada campur tangan atau diskusi dalam menyampaikan komunikasinya (Sumartono, 2020: 4).
2. Downward Communication
Komunikasi yang Kyai lakukan di atas, merupakan konsep dari komunikasi organisasi yang disebut dengan Downward Communication (komunukasi ke bawah). Komunikasi ini menunjukkan aliran pesan dari atas ke bawah atau dari pimpinan ke bawahan yang meliputi arahan, perintah, kebijakan, dan dalam konteks ini bisa juga mencakup nasehat (Nurul, 2021: 13). Hal ini dalam memberi perintah dan arahan, Kyai memiliki otoritas dan hierarki (jenjang jabatan, pangkat kedudukan). Maka komunikan (santri) harus mengikuti hal tersebut secara mutlak.
Downward Communication merupakan komunikasi yang telah digunakan oleh hampir seluruh perusahaan. Komunikasi ini memang dilakukan oleh seseorang yang memiliki suatu kekuasaan, pengaruh, sera memegang kendali secara garis besar dari sebuah perusahaan tersebut. Pesantren pun demikian juga, pemegang kendali adalah seorang Kyai sebagai pemimpin lembaga sekaligus memiliki kekuasaan dan kendali dalam kepengurusannya.
Salah satu Lembaga yang benar-benar wajib menggunakan konsep Downward Communication, yaitu militer (tentara). Komunikasi yang hanya berisi perintah atau komando satu arah dari seorang komandan kepada prajurit. Konsep ini tidak bisa ada campur tangan karena jika ada yang ikut campur dalam Keputusan seorang komandan, maka pasukan akan berantakan mau mengikuti perintah dari mana lagi. Dampaknya nanti, akan terjadi komunikasi yang membingungkan dan berantakan.
Komunikasi di pesantren, memang perintah yang diberikan Kyai bukanlah seperti komandan tentara. Namun konsep komunikasinya tidaklah jauh berbeda yaitu dari atasan ke bawahan; yaitu perintah mutlak yang seharusnya tidak bisa disanggah oleh santri yang diberikan perintah tersebut oleh Kyai. Salah satu alasan terkait perintah Kyai yang tidak bisa dibantah adalah karena seorang Kyai merupakan pemimpin yang memiliki sifat karismatik dalam kepemimpinannya.
3. Pemimpin yang Karismatik
Ciri-ciri kepemimpinan yang karismatik adalah berpengetahuan, yang dalam hal ini Kyai tentu saja sudah memiliki keilmuan terutama agama yang sangat tinggi. Selanjutnya adalah memiliki keberanian, di sini seorang Kyai tidak boleh memiliki rasa takut dalam menghadapi suatu masalah. Seorang Kyai harus menghadapinya dengan penuh percaya diri dan ketegasan. Tegas pun dalam hal ini bisa dikatakan sebagai kemampuan dari seorang Kyai tersebut dalam mengambil Keputusan sehingga perintah yang diberikan menjadi mutlak (Yaya, dkk. 2021: 201).
Karismatik merupakan kemampuan yang bukan dapat dipelajari, namun biasanya akan timbul sendiri. Seorang Kyai biasanya menimbulkan kharismanya dengan meditasi spiritual dan dengan beberapa ciri-ciri yang telah disebut akan membuat seorang Kyai memiliki kharismanya sendiri. Nantinya jika seorang Kyai sudah menjadi pemimpin yang karismatik, maka santri tidak hanya menuruti perintah Kyai akan tetapi menjadikan kyainya itu sebagai role model atau figuran dalam mencontoh kebaikan dan keilmuan yang dimilikinya.
Maka dari itu, komunikasi yang Kyai lakukan dalam pesantren sangatlah penting untuk kemajuan dan perkembangan pesantren, terutama kepada para santri. Seorang Kyai tidak hanya melakukan Downward Communication semata-mata karena jabatan, tapi karena memang harus memiliki kharismanya agar perintah yang dilakukannya tidak sekedar suruh-menyuruh saja. Kyai yang sudah bisa menggunakan komunikasi ini dengan karismatik akan menjadi sosok idola yang tidak hanya dituruti perintah, namun diikuti kebaikan dan keilmuannya.
M. Farhan Rahmawan, Mahasiswa Semester 4 Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta dan Mahasantri Sabilussalam Semester 4.