Ustad Sufyan Syafi’i berfoto bersama mahasantri yang hadir melalui Zoom
Sabilussalam.com- Pada kesempatan tausiah keagamaan acara peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. yang digelar Keluarga Mahasantri Pesantren Luhur Sabilussalam (KMPLS) Kamis (29/10/2020) malam. Ustad Sufyan Syafi’i menyempatkan diri hadir sebagai penceramah dan mengapresiasi kerja panitia acara.
Ustad Sufyan membuka tausiah dengan berwasiat pada mahasantri Sabilussalam. Dalam penuturannya, ia menjelaskan bahwa mahasantri hendaknya melakukan segala aktifitas positif sebagai bentuk cinta pada baginda Nabi Muhammad. Kemudian hendaknya mendoakan dan melanjutkan perjuangan para pendahulu.
“Karena apa? Karena keilmuan itu adalah kunci. Makanya dalam al-qur’an, hanya ada satu doa yang diberikan Allah kepada Rasulullah Saw. secara langsung, yaitu waqul rabbi zidni ‘ilma. Nah itulah kunci. Itulah mengapa ayat yang pertama turun pada nabi (berbunyi) iqro’, yaitu suatu proses manajemen keilmuan yang dimulai oleh proses membaca,” tutur Ustad Sufyan dalam tampilan layar Zoom.
Menurut Ustad Sufyan, akses membaca di zaman sekarang amat terbuka dan melimpah. Baik membaca literatur buku maupun kehidupan. Maka, masih menurut Ustad Sufyan, ketika momen maulid nabi seperti ini bagi kalangan mahasantri, amat penting melihat rasulullah sebagai sumber.
“Mungkin bila di kampung-kampung kita melihat bagaimana rasulullah bersikap. Bagaimana rasulullah memiliki karomah dan lain sebagainya. Tapi bagi kalangan akademisi, maka kita perlu melihat sisi lain Rasulullah Saw. selain sebagai pembawa risalah, tapi juga manarul ilmi. Setelah menyadari bahwa rasulullah sebagai manarul ilmi, maka kita akan memiliki rasa yang sama. Sebagai seorang mahasantri memiliki tanggungjawab yang besar, yaitu tanggungjawab secara keilmuan,” jelas ustad yang juga seorang dosen di Ma’had Aly Jakarta itu.
Setelah menerangkan kedudukan Nabi Muhammad Saw. sebagai seorang manarul ilmi. Ustad Sufyan melanjutkan pembahasan nabi sebagai seorang kritik peradaban. Menurutnya, sosok kehadiran nabi ialah awal mula lahirnya peradaban baru, yaitu peradaban Islam. Peradaban yang bukan saja lahir dari keilmuan nabi, tetapi juga akhlak nabi.
“Perlu melihat nabi sebagai sosok kritik peradaban. Yakni sosok sentral dari dimulainya peradaban baru, yaitu Islam,” ujarnya.
Alhasil, menurutnya, rasulullah hadir sebagai penyeimbang keilmuan dan penyeimbang akhlakul karimah. “Ketika kita hanya berkutat terhadap ilmu, maka yang terjadi adalah kesombongan. Amburadul,” ucapnya lebih lanjut.
Ustad Sufyan berpendapat hasil dari seimbangnya kedua aspek yang dimiliki rasulullah tadi, adalah dengan munculnya sahabat Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali beserta sahabat lainnya. Yakni sahabat yang bukan saja cerdas menggunakan ilmu pengetahuan, tetapi juga diikuti dengan akhlak sebagai umat rasulullah.
“Ketika rasulullah wafat. Ketika khulafa urrasyidin wafat, yang terjadi adalah keilmuan berkembang. Apa itu? Ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu tasawwuf dan lain sebagainya. Dan itu adalah suatu roda peradaban yang titik (awalnya) ialah Rasulullah Saw,” pungkas Ustad Sufyan kepada hadirin.
Sebagai penutup, Ustad Sufyan berharap kehadiran santri bisa menjadi roda yang menggelorakan keilmuan dan akhlak sebagai umat Rasulullah Saw.
(Dimas Fakhri)