Zakat merupakan ibadah pokok yang wajib dikerjakan oleh umat Islam. Zakat termasuk pada rukun Islam yang ketiga dan keberadaannya dianggap sebagai ma’lūm min al-dīn bi al-dharūrah atau diketahui secara pasti adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang (Yafie, 1994: 231). Zakat juga disebut māliyah ijtimā’iyah atau ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan di mana perannya sangat penting bagi kesejahteraan umat (al-Qarḍāwī, 1993: 235).
Seorang hamba yang mau mengeluarkan zakat dari harta yang dimilikinya akan menjadikan harta yang dimilikinya tersebut menjadi semakin berkah, bertambah, dan dapat mensucikan diri mereka sebagaimana dijelaskan dalam QS. At-Taubah ayat 103 :
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ١٠٣ ( التوبة/9: 103)
Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Di dalam Al-Qur’an terdapat 27 ayat yang membahas tentang zakat dan menyejajarkannya dengan kewajiban salat yang ditulis dalam berbagai bentuk (Hafidhuddin, 2022: 1). Selain itu, di dalam Al-Qur’an terdapat juga berbagai ayat yang memuji orang yang sungguh-sungguh dalam menunaikan zakat.
Sementara itu Q.S al-Taubah ayat 5 dan 11 dijelaskan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama ketaatan seseorang kepada ajaran Islam. Dalam Q.S al-Mu’minūn ayat 4 juga dijelaskan bahwa kesediaan membayar zakat merupakan salah satu indikator orang-orang mukmin yang akan mendapatkan kebahagiaan (Hafidhuddin, 2022: 2).
Selain ayat yang memuji orang-orang yang membayar zakat, Al-Qur’an juga memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya, seperti dalam surat al-Taubah ayat 34-35. Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak mau mengeluarkan zakatnya maka harta tersebut kelak di hari kiamat akan berubah menjadi azab baginya (Hafidhuddin, 2022: 1).
Keseriusan atas kewajiban membayar zakat tercermin dalam kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq pun berani memerangi orang-orang yang salat tetapi tidak mau mengeluarkan zakat. Kisah ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat merupakan suatu kedurhakaan dan dosa besar bagi para pelakunya.
Zakat bukan hanya sekedar perintah agama, tetapi lebih daripada itu zakat membuat kita peka terhadap lingkungan sekitar dan menjaga kita dari ketamakan dan harta yang tidak baik. Setidaknya ada 5 hikmah zakat yang bisa kita ambil:
Pertama, iltizām al-tauhīd (manifestasi tauhid dan cinta kepada agama) (QS. Al-Baqarah {2}:3-5).
Zakat diwajibkan atas seorang muslim yang sudah mampu. Kerelaan seorang muslim untuk membayar zakat merupakan perwujudan ketaatannya terhadap perintah Allah dan menjadi bukti ketulusan keimanannya. Selain itu seorang muslim yang mau mengeluarkan zakat menunjukkan kecintaannya kepada agama Islam karena dia sudah berinvestasi untuk pembangunan umat Islam dimasa yang akan datang.
Kedua, taṭhīr al-māl wa tazkiyah al-nafs (pembersih harta dan penyuci jiwa) (QS. At-Taubah {9}:103)
Pada ayat sebelumnya dari surat At-Taubah ini menceritakan tentang sekelompok orang yang mengakui dosa-dosa mereka kemudian bertobat kepada Allah. Dosa yang mereka perbuat tersebut diakibatkan dari kecintaan mereka kepada harta.
Kemudian ayat ini menjelaskan tentang wujud dari tobat dan ketaatan tersebut dengan mengeluarkan zakat, di mana zakat berfungsi sebagai pembersih jiwa dari kekikiran dan kecintaan seorang hamba terhadap harta (Tafsir Kemenag RI, 2019).
Ketiga, taṭhīr al-nafs min ṣifāh al-bukhl wa al-ṭam’i (membersihkan diri dari sifat kikir dan tamak).
Kerelaan seorang hamba untuk mengeluarkan zakat merupakan manifestasi dari sifat seorang hamba yang peka terhadap lingkungan dan masa depan Islam. Misalnya zakat yang dia keluarkan dapat dimanfaatkan untuk membiayai santri tahfidz yang kurang mampu.
Seorang muzaki (orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat) tersebut secara tidak langsung telah berinvestasi untuk menghidupkan Al-Qur’an melalui para penghafal Al-Qur’an. Kepekaan ini juga membuatnya terhindar dari sifat kikir dan tamak yang akan muncul dalam hati orang-orang kaya.
Keempat, Syukr al-ni’mah (mensyukuri nikmat).
Semua ibadah merupakan ungkapan rasa syukur, termasuk zakat. Rasa Syukur atas nikmat rezeki yang melimpah yang Allah berikan dapat ditujukan dari perilaku lainnya seperti sedekah, infak dan lain sebagainya.
Kelima, takāful al-ijtimā’ (solidaritas sosial).
Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada poin-poin di atas, zakat dapat meningkatkan ukhuwah sesama muslim. Dibalik harta yang kita miliki terdapat 2,5 % harta yang Allah titipkan untuk orang yang membutuhkan di sekitar kita. Kesadaran untuk mengeluarkan zakat ini dapat menjadikan umat Islam bersatu dan mengurangi ketimpangan ekonomi serta memberikan kehidupan yang layak bagi sesama saudara muslim.
Muhamad Rizqil Hilmi, Mahasiswa Semester 6 Ilmu Al-Qur’an Tafsir UIN Jakarta dan Mahasantri Sabilussalam Semester 6.