Idulfitri: Momentum Mengamalkan “Tiga Pilar Sabilussalam” di Kampung Halaman

Idulfitri merupakan salah satu hari besar umat muslim. Selain itu, dikenal pula Idul Adha dan hari besar lainnya. Momentum Idulfitri dijadikan sebagai perayaan yang menanamkan asas ibadah vertikal (kepada Allah langsung) dan horizontal (sosial-masyarakat). Hakikat Idulfitri inilah yang menjadikannya sebagai hari kemenangan.

Berbagai ekspresi masyarakat dalam menyambut Idulfitri menambah kesakralan momentum tersebut. Bahkan setiap masyarakat di setiap wilayah sudah memiliki kebiasaan yang sudah mengakar, sehingga menjadi “tradisi lebaran”.

Di Indonesia sendiri, tradisi mudik ke kampung halaman menjadi kebiasaan besar tahunan yang sudah lama berjalan. Silaturahmi, halal bihalal, dan berbagi Tunjangan Hari Raya (THR) kepada sanak saudara merupakan rangkaian yang hampir tidak bisa dilewatkan.

Bagi Mahasantri Pesantren Luhur Sabilussalam, tentunya mudik lebaran bukan sekadar melepas rindu bersama keluarga di kampung halaman. Lebih dari itu, ada tanggung jawab moral sebagai orang yang berpredikat Mahasantri Sabilussalam.

Trilogi Sabilussalam yaitu ngaji, Keluarga Mahasantri Pesantren Luhur Sabilussalam (KMPLS), dan salat subuh berjamaah merupakan pilar yang harus dilaksanakan di mana pun. Bukan saja mengakar di ruang pesantren, “pilar Sabilussalam” tersebut harapannya harus menguat di lingkungan masyarakat, termasuk di kampung halaman.

Mengenal Lebih Dekat “Tiga Pilar Sabilussalam”

Pilar Sabilussalam merupakan bentuk usaha yang dilakukan oleh Pesantren dalam upaya melatih kedisiplinan mahasantri. Mereka diwajibkan mengikuti tiga pilar tersebut. Sifatnya saling melengkapi dan menguatkan, tidak bersifat dikotomi dan dihadapkan.

Pertama, ngaji. Aktivitas ngaji merupakan kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dari sebuah lembaga pesantren. Ruhnya sebuah pesantren adalah ngaji. Sebuah proses pembelajaran, transfer ilmu, dan diskusi antara dosen dan mahasantri, atau sesama mahasantri.

Pesantren Sabilussalam telah merumuskan waktu pengajian. Ada dua waktu pe-ngaji-an regular, yaitu pada jam 19.00 WIB (bakda Isya) dan 05.15 WIB (setelah salat Subuh). Adapun waktu pengajian dalam satu minggu, mengikuti jadwal di kampus. Selama 7 hari hanya 5 hari yang digunakan.

Alasannya, mahasantri dapat lebih mengeksplorasi kemampuan di dalam atau di luar pesantren. Diberikannya waktu 2 hari tersebut diharapkan mahasantri mampu berkontribusi di masyarakat dan sanggup mengikuti berbagai kegiatan yang lebih bermanfaat.

Kedua, KMPLS. Sebuah organisasi yang berasaskan kekeluargaan dan ruang belajar mahasantri tentang ilmu keorganisasian dan kepemimpinan. KMPLS menghimpun dan memformulasikan program yang bertujuan memberikan wadah bagi mahasantri.

Mahasantri diharuskan aktif dalam mengikuti program KMPLS. Mereka juga harus berani mengeksplor kemampuan individu dan mengeluarkan keunggulan yang dimiliki. Harapannya kegiatan dan KMPLS ini menjadi cerminan dalam berinteraksi dan berorganisasi di ruang publik kelak.

Ketiga, salat subuh berjamaah. Bukan saja dianjurkan oleh syariat, salat subuh berjamaah sekaligus hal yang penting bagi civitas akademik Sabilussalam. Disiplin bangun lebih awal, kebersamaan, dan jujur merupakan nilai terdapat dalam poin ketiga pilar ini.

Bukan saja hanya dalam satu waktu salat saja, salat berjamaah diharapkan mampu dilaksanakan dengan konsisten. Kehadiran pilar ketiga ini seharusnya dijadikan sebagai latihan dalam membangun konsistensi dalam melaksanakan salat berjamaah.

Menyapa Keluarga dan Kampung Halaman dengan “Tiga Pilar Sabilussalam”

Konsisten melaksanakan tiga pilar Sabilussalam di lingkungan pesantren akan membentuk sikap terpuji di keluarga. Pada hakikatnya semua itu merupakan media pembelajaran. Jika ditelaah kembali, tiga pilar Sabilussalam merupakan persiapan mengarungi bahtera bermasyarakat.

Aktivitas ngaji yang dilakukan di lingkungan pesantren yang berbasis turas dan kitab kuning harus terus dikembangkan. Kajian keislaman berbasis pesantren harus memiliki ruh yang menghidupkan kegiatan pengajian di kampung halaman.

Idulfitri yang disinyalir akan menghadirkan berbagai kegiatan pengajian. Mulai dari halal bihalal, pertemuan keluarga, dan kegiatan lainnya. Mahasantri dapat mengambil peran dalam kegiatan tersebut dengan berkontribusi menjadi pembicara atau mengikuti pengajian di kampung halaman.

Menyapa keluarga dengan ngaji pada momen Idulfitri tidak hanya dilakukan dengan belajar mengajar kitab kuning, namun peka terhadap lingkungan sekitar juga termasuk di dalamnya. Sebab, hakikat ngaji adalah proses mengetahui diri dan lingkungan sekitar.

Tidak hanya dalam pilar ngaji saja, KMPLS dalam dimensi keluarga di kampung halaman dapat diekspresikan dengan berinteraksi yang baik dan benar. Sama halnya dalam pilar salat subuh berjamaah, menyapa keluarga dengan giat dan rajin beribadah, khususnya salat, adalah nilai yang harus diterapkan di kampung halaman.

Ada tiga poin penting dalam menyapa keluarga di kampung halaman berbasis tiga pilar Sabilussalam. Pertama, menjadikan tiga pilar Sabilussalam sebagai role model dalam bermasyarakat; kedua, sebagai media membangun kedisiplinan; dan ketiga, wasilah menciptakan masyarakat yang ideal.