Pemimpin Ideal Bangsa Indonesia: Harapan dan Tantangan

Berbicara tentang pemimpin mungkin dalam setiap orang mempunyai persepsi berbeda-beda tergantung dengan kecocokan dan kapasitas yang dia inginkan. Berdasarkan generalisasi umum,  pemimpin ideal itu adalah yang cerdas, bertanggung jawab, jujur dan menerapkan keadilan sosial.

Kriteria awam itu sangat gampang diketahui masyarakat pada umumnya. Islam juga mempunyai representasi pemimpin ideal yaitu Nabi Muhammad SAW, beliau adalah sosok figur pemimpin ideal yang mampu menjadikan dirinya figur bangsa (negarawan) dan figur agama (utusan tuhan) dalam kerangka masyarakat heterogen Madinah.

Hal itu tercerap dalam kehidupannya yang menerapkan sifat tablig, amanah, sidik, dan fatanah. Saya tidak membicarakan bagaimana menjadi sosok ideal dan sempurna seakan-akan menjadi insan kamil, itu susah dalam masyarakat modern ini.

Di Indonesia sejak tahun 1945 mempunyai pemimpin dari Soekarno, Soeharto, B.J Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan yang ketujuh Jokowi. Belum satu abad Indonesia, negara ini memiliki beragam karakter pemimpin dari yang orator ulung, teknokrat, otoriter tangan besi, militer, orang biasa, dan bahkan kaum santri.

Berlandaskan kontestasi politik sekarang ini, siapakah yang cocok dan mendapatkan “sabda bumi nusantara” yang akan memimpin Indonesia menuju Indonesia emas?.

Flashback pada masa suksesi kepemimpinan nusantara yaitu berdirinya kerajaan Mataram Islam yang terkenal dengan pulung (bisikan gaib) wahyu gagak emprit. Pemimpin ideal dalam istilah Jawa kuno diartikan sebagai Ratu Adil atau Satrio Piningit dalam sistem birokrasinya adanya harmonisasi yang bisa dikenal sabda pandhita ratu yaitu ulama dan pemimpin bersatu.

 Ambeg Pandhita Agung Paramarta yaitu manusia agung yang berbudi luhur berpengetahuan luas yang mumpuni dalam reprentasi sosok ulul albab yang menjadikan khoiro ummah dan khalifah fi al-Ard. Hal itu sudah terrepresntasikan sejak zaman Kerajaan Demak dengan adanya dewan walisongo yang mampu memformulasi tirakat spiritual dan intelektual dalam jati diri manusia sejati.

Kembali pada sekarang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sudah dilaksanakan pada 14 Februari lalu apakah wahyu keraton  kepada pemimpin militer Prabowo Subianto ataukah Anis Baswedan seorang intelektual pendidikan dan Ganjar Pranowo seorang yang berasal dari keluarga wong cilik?. Memang secara akumulatif penghitungan cepat dan real acount dimenangkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming dengan memperoleh suara tertinggi 25,927,169 atau 56,92 persen di tingkat nasional.

Disusul Capres Cawapres nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di posisi kedua, dengan perolehan suara 11,447,034 atau 25,13 persen. Di posisi ketiga, ada Capres Cawapres nomor urut tiga Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dengan suara 17,95 persen atau 8,176,578. Sangat diluar dugaan Prabowo-Gibran unggul dalam 6 provinsi termasuk DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menjadi basis PDIP Ganjar Pranowo.

Dalam analisis pakar dan tim pemenangan dua Pasangan Calon (Paslon) dipastikan  akan menyengketakan hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena diduga adanya kecurangan-kecurangan yang signifikan, kita tidak tau apa yang akan terjadi nanti.

Dalam catatan singkat ini penulis tidak akan membedah elektabilitasnya, jika dibedah itu sangat panjang dan tentunya problematik. Tapi dalam parameter etiktabilitas kita bisa melihatnya siapa pemimpin yang ideal bagi Indonesia sesuai yang didambakan hati nurani bangsa.

Setiap orang mempunyai persepsi berbeda-beda mengenai suatu hal. Di dunia ini memuat berjuta-juta persepsi-persepi yang mungkin. Yang mungkin ini kemungkinan yang akan mungkin terjadi dan kemungkinan tidak akan terjadi, itu bersifat probabilitas. Mari kita “seruput kopi” dan lihat geo-politik Indonesia pasca pemilu siapa yang akan mendapatkan sabda Nusantara berikutnya.

Ahmad Dzakiyul AfkarMahasantri Semester 4 Pesantren Luhur Sabilussalam dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semester 6 Jurusan Filsafat, Ushuluddin.